BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan paradigma lama mengenai proses belajar mengajar bersumber pada teori (atau lebih tepatnya asumsi) tabula rasa John Locke yang menyatakan bahwa pikiran anak seperti kertas kosong yang putih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak sepeti botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebikaksanaan sang mahaguru.
Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama tersebut. Teori, penelitian dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar membuktikan bahwa para guru sudah harus mengubah paradigma pengajaran. Kita perlu menelaah kembali praktik-praktif pembelajaran di sekolah-sekolah . peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah.
Tampaknya perlu adanya perubahan dalam menelaah proses belajar siswa interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesame siswa yang lainnya. Bahkan banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (pear teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. System pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai system “ pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam system ini, guru bertindak sebagai fasilitator.
Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugarkan para siswa untuk bekerja dalam kelompok.
Sayangnya, metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negative memang bermunculan dalam pelaksanaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasan dan kekecewaan. Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun merasa was-was jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa lain yang dianggap kurang seimbang.
Berbagai dampak negative dalam menggunakan metode kerja kelompok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok melainkan pada penstrukturannya, jadi system pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsure pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama dan proses kelompok.
Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam menggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada system akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat pengaruh pembelajaran kooperatif model Struktural terhadap prestasi belajar siswa dengan mengambil judul “ Meningkatkan Prestasi Belajar PKn melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model Struktural pada Siswa kelas ………………………. Tahun pelajaran………………………………………….
B. Rumusan Masalah
Merujuk pada uraian latar belakang di atas dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran kooperatif model Struktural berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa kelas ………………………………….tahun pelajaran………………………………
2. Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran PKn dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Struktural pada siswa kelas……………………………tahun pelajaran…………………………
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan atas rumusan masalah di atas , maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1. Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together terhadap hasil belajar PKn siswa kelas……………………………. Tahun pelajaran …………………
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.